A. Pendahuluan
Masjid merupakan tempat yang sangat mulia di muka bumi. Masjid sengaja dibangun sebagai tempat manusia beribadah kepada Allah SWT guna mensucikan diri mereka. Masjid juga dibangun sebagai pusat kegiatan pembinaan umat dalam rangka mewujudkan pribadi dan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tercatat dalam sejarah Islam, masjid adalah bangunan pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW ketika Beliau berhijrah ke kota Madinah.
Masjid adalah Baitullah, tempat yang berbeda dengan bangunan lainnya. Allah memuliakan setiap orang yang berkunjung kerumahNya. Maka, setiap muslim yang melangkahkan kaki ke masjid untuk menunaikan shalat akan memperoleh kemuliaan Allah dan suatu yang dapat membahagiakannya, entah itu berupa hidayah, ketenangan jiwa, dan kasih sayang (rahmat).
Ibnu Hajar rahimahumullah memberikan pengertian bahwa shalat tahiyatul masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua roka’at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke masjid, sebagaimana dalil-dalil yang telah disebutkan”. Meski secara umum shalat tahiyatul masjid hukumnya sunnah, tetapi kalau kita telusuri lebih jauh, ada beberapa pendapat berbeda yang membahas tentang shalat tahiyatul masjid ini, yang akan dibahas pada makalah ini.
B. Pembahasan
1. Kritik Historis/ Kritik Sanad
Kritik sanad merupakan kritik ekstren. Sebagai bagian dari naqd al-hadis, naqd as-sanad merupakan ilmu yang secara spesifik memfokuskan bahasan dan penelitian pada keberadaan para periwayat atau transmitter hadis. Dalam disiplin ilmu kritik hadis dikenal dua metode; kritik ekstren (an-naqd al-khariji) dan kritik intern (an-naqd ad-dakhili). Maksud dari kritik ekstern adalah kritik sanad.
Para ulama ahli hadits sesungguhnya telah memiliki teori-teori sanad yang cukup ketat. Sanad sebagai mata rantai periwayatan merupakan asas utama dalam menentukan kualitas sebuah hadits. Umat terdahulu tidak memiliki sistem ini, sehingga otentitas kitab samawi dan ajaran para Nabi mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sekarang ini. Bahkan Imam Muslim meriwayatkan dalam Muqaddimah al-Shahih “Sistem sanad merupakan sebagian dari agama Islam, tanpa ada sistem sanad, setiap orang dapat mengatakan apa yang dikehendakinya”.
Kaidah keshahihan sanad hadits yang ditetapkan ulama tidaklah seragam. Akan tetapi ada kaidah-kaidah yang disepakati oleh ulama hadits dan masih terjadi sampai sekarang. Sebuah sanad hadits barulah dinyatakan shahih apabila: Sanad hadits bersambung dari awal sanad hingga ke Nabi, seluruh perawi hadits bersifat adil, seluruh perawi bersifat dhabit, sanad hadits terhindar dari syudzudz, sanad hadits terhindar dari illat. Adapun yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu tentang hadis Shahih Bukhari No. 444 dan Muslim No. 714 tentang anjuran shalat tahiyatul masjid.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ، عَنْ أَبِي قَتَادَةَ السَّلَمِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Yusuf, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik, dari ‘Amir Ibnu ‘Abdillah Ibnu Zubair, dari ‘Amri Ibnu Sulaim Az-Zuruqi, dari Abi Qadata As-Salami bahwa Rasulullah saw. bersabda apabila salah satu dari kalian masuk masjid, maka janganlah ia langsung duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat.
Silahkan anda bisa mengunduhnya dengan klik tombol dibawah ini.
>> Download <<
No comments:
Write commentsSilahkan berkomentar demi untuk membangun web kami ke yang lebih baik. Terimakasih telah berkunjung.